Kedudukan filsafat ilmu dan agama menjadi perbincangan yang tiada ujungnya.
Sejarah kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya perkembangan. Peradaban awal yang orang eropa katakan sebagai animisme-dinamisme berkembang pada kelompok-kelompok atau suku-suku.
Kepercayaan terhadap benda-benda dan roh leluhur ini dianggap sebagai jawaban-jawaban dari kegelisahan-kegelisahan manusia saat itu. Mereka percaya bahwa ada suatu kekuatan besar yang sedang mengawasi mereka.
Kekuatan besar yang bisa menggerakkan bumi, meletuskan gunung, menggerakkan tsunami, dan menurunkan hujan. Akan tetapi mereka tidak tahu siapa yang ada di balik semua itu. Maka, mereka melimpahkannya pada benda-benda yang lebih besar dari dirinya ada di sekitar mereka.
Batu, gunung, laut, dan benda-benda yang lainnya. Mereka membuat ritual-ritual sebagai wujud penyembahan supaya dilindungi dari marabahaya yang didatangkan oleh benda-benda tersebut.
Beranjak satu langkah manusia sudah mampu menamai tokoh-tokoh yan terlibat di dalam proses fenomena alam, yaitu dewa-dewa. Setiap kelompok peradaban mempunyai nama-namanya sendiri.
Hingga kemudian datanglah agama. Tuhan, memperkenalkan diri kepada manusia melalui utusan-utusan-Nya (nabi dan rasul).
Tuhan mengatakan jika apa yang selama ini dilakukan oleh orang-orang yang melakukan penyembahan terhadap benda-benda merupakan perbuatan menyekutukan Tuhan.
Perbuatan yang sangat dibenci oleh Tuhan. Bahkan, satu-satunya perbuatan yang tidak mendapatkan ampunan dari-Nya.
Tuhan terlihat semakin otoriter. Agama yang didasarkan pada dogma-dogma dianggap sebagai penjara bagi manusia. Manusia yang mempunyai akal tidak bisa begitu saja menerima pengakuan-pengakuan yang ajaib yang berada di luar nalar akal pikiran manusia.
Maka, manusia mulai memikirkan apa alam itu dan apa manusia itu (ontologi). Kemudian dilakukanlah penyelidikan-penyelidikan terhadap pertanyaan-pertanyaan itu.
Sehingga kini pengetahuan manusia tentang alam semakin berkembang. Bahwa ada sebab dan akibat terhadap proses terjadinya sesuatu. Proses-proses penyelidikan kemudian disepakati (epistemologi) membentuk yang dinamakan ilmu (science).
Ilmu dianggap mampu menjelaskan rasa keingintahuan manusia. Ilmu mampu menjelaskan secara detail dan logis yang bisa diterima oleh semua manusia. Tidak sampai di situ, ilmu harus mempunyai manfaat bagi manusia (aksiologi).
Namun, kemudian ternyata ilmu dimanfaatkan untuk berbuat kejahatan, penjajahan, dan memperebutkan kekuasaan. Ilmu menjadi tidak bebas nilai dan tidak ada yang mempunyai otorisasi untuk menghentikan itu semua.
Agama mengecam tindak kejahatan itu, namun agama sendiri dinilai tidak mampu memberikan alasan yang logis yang bisa diterima oleh semua orang. Maka, di sinilah peran filsafat. Menurut Bertrand Russell, filsafat adalah jembatan penghubung antara agama dan ilmu.
Agama yang tidak dilengkapi dengan ilmu pengetahuan, maka manusia tidak bisa berkembang. Sedangkan kehidupan manusia membutuhkan ilmu pengetahuan untuk bertahan hidup dari fenomena-fenomena alam yang ada di sekitar manusia.
Fenomena-fenomena alam hanya bisa dijelaskan oleh ilmu. Dengan ilmu manusia mampu memprediksi dan mengambil nilai guna dari alam.
Ilmu tanpa agama menjadi berlebihan. Manusia tidak cukup hanya membuat alat pertahanan diri, tapi nafsu manusia menjadikan ilmu untuk menciptakan nuklir.
Filsafat mengajak manusia untuk menjadi bijak. Sesuai dengan namanya, filsafat menjadikan manusia tidak hanya memikirkan tentang alam, tetapi juga nilai-nilai dibaliknya. Filsafat juga menjadikan agama agar tidak hanya berkutat di antara pahala dan dosa, surga dan neraka. Tetapi jauh daripada itu, yaitu kemanusiaan.
Filsafat membuat ilmu mempunyai nilai guna bagi manusia secara umum dan bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Filsafat juga menuntut agama agar humanis, tidak berada di awang-awang, yang mistis, yang hanya bisa dicerna bagi sebagian orang.
Kemudian yang pada akhirnya, agama hanya menjadi alat untuk menyebarkan kebencian. Hingga kemudian tidak mustahil bahwa filsafat dianggap sebagai agama itu sendiri. Sangat penting posisi filsafat itu.
Demikianlah kedudukan filsafat ilmu dan agama. Filsafat menjadi jembatan penghubung antara ilmu dan agama supaya manusia itu menjadi bijak. Tidak buta terhadap dogma-dogma agama tetapi juga tidak hanya berkutat terhadap ilmu saja tanpa memperhatikan moral yang kemudian hanya menimbulkan bencana.
EmoticonEmoticon