materi pelajaran filsafat, cara blogger menghasilkan uang, seo blog, google adsense, blog gratisan, download ebook gratis, materi pelajaran Menjadi Ateis Karena Filsafat - Filocopy.id

Menjadi Ateis Karena Filsafat

Menjadi Ateis Karena Filsafat
Ilustrasi nisan orang kristen

Menjadi Ateis Karena Filsafat

Filsafat beranjak dari sebuah ketidakpuasan terhadap mitos. Mitos tidak bisa dianggap sebagai sebuah kebenaran dikarenakan sulit di dalam pembuktiannya. Kebenaran harus bisa dinikmati banyak orang, dan ia bisa dibuktikan oleh seseorang yang lain.

Demikian juga agama yang dogmatis yang bersandar kepada keyakinan. Memaksa pengikutnya untuk patuh tanpa bisa mengkritisi agama tersebut.

Kembali kepada persoalan besar yang hingga saat ini belum ada penyelesainnya, yaitu agama versus ilmiah. Agama menyandarkan kebenarannya melalui dogma-dogma yang harus diyakini kebenarannya supaya dianggap sebagai umatnya yang beriman. 

Ilmu pengetahuan menyandarkan kebenarannya kepada bukti-bukti ilmiah yang bisa diuji oleh siapapun melalui metodologi yang sudah disepakati. Sehingga, seorang ilmuan atau filsuf mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan umum dari manusia. 

Bahkan, nyatanya ilmuan lebih berjasa untuk membantu kehidupan manusia dari pada agama. Ilmu pengetahuan mampu menjawab kebutuhan manusia yang semakin berkembang. Sementara agama sudah berhenti tidak mampu mengikuti perubahan jaman.

Kita bisa melihat bagaimana dinamika perselisihan antar pemuka agama yang nyatanya justru saling mempertajam perselisihan. Tafsir agama yang ‘eksklusif’ yang hanya boleh dilakukan oleh orang-orang tertentu membuat agama semakin asing. 

Sementara itu pola kehidupan manusia sudah jauh berkembang dan kebutuhan hidup yang semakin beragam. Agama hanya berputar pada masalah definitif dan tidak aplikatif.

Kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana pemuka agama cenderung tertutup untuk menerima pertanyaan-pertanyaan. Kajian-kajian agama yang sudah terjadi ribuan tahun tetap menjadi sebuah pembahasan yang tidak pernah selesai. 

Jarang sekali ketika forum kajian agama ada waktu tanya jawab dari para audience. Ini sekaligus membuktikan bahwa para pemuka cenderung defensif terhadap pemahamannya sendiri. Pada akhirnya, agama hanyalah sebuah tradisi.

Agama dianut oleh seseorang yang sudah dilahirkan dari orangtua yang beragama. Agama dianut tidak dari sebuah pemikiran dan rasa keingintahuan terhadap sesuatu. Mereka yang menyangsikan segala sesuatu akan cenderung menjadi ateis ketika agama tidak mampu menjawab keragu-raguannya.

Filsafat Sebagai Metodologi

Secara garis besar, filsafat adalah metodologi. Ia hanyalah alat untuk berpikir, bukan sebuah aliran apalagi agama. Ateis atau religius bukan disebabkan karena filsafat, akan tetapi dikarenakan lingkungannya. 

Memang, filsafat bersifat skeptis, menyangsikan segala sesuatu. Akan tetapi, filsafat tidak pernah menyuruh untuk memilih tindakan tertentu, menjadi ateis atau teis.

Secara definitif, filsafat artinya adalah cinta pada kebijaksanaan. Bijaksana itu sebuah tindakan di luar benar atau salah. Pertimbangan dari kebijaksanaan adalah kebaikan. 

Tidak harus seratus persen benar, akan tetapi lebih menekankan kepada dampak yang akan ditimbulkan dari sebuah pengambilan perbuatan.

Filsafat mengedepankan tentang bagaimana memandang sesuatu secara skeptis, tidak sepenuhnya percaya terhadap sebuah fenomena atau dogma. 

Berfilsafat artinya berpikir secara radikal terhadap segala sesuatu. Memang benar, tingkat pengetahuan dan pengalaman sangat berpengaruh terhadap pengambilan sebuah kesimpulan. 

Selain itu, lingkungan juga sedikit banyak memberikan dampak terhadap pola pemikiran seseorang. Oleh karena itu, seseorang harus tahu persis keadaan dirinya dan juga keadaan sesuatu yang sedang ia pikirkan.

Yunani sebagai sebuah negara yang percaya akan dewa-dewa, maka filsafat yang berkembang saat itu mula-mula adalah tentang kejadian alam semesta. 

Mereka berlomba-lomba mencari asal-usul kehidupan dengan penjelasan yang realistis dan bisa dijangkau oleh semua orang.

Adanya serangan dari luar Yunani membuat filsafat kemudian berkembang membincang persoalan ketata-negaraan. Bagaimana membangun sebuah negara yang baik yang bisa mewujudkan kesejahteraan. Sehingga kemudian dikenal dengan demokrasi, atau negara utopis-nya Plato.

Di timur tengah, filsafat banyak membahas tentang hakekat ketuhanan karena latar belakang mereka saat itu sedang gencar-gencarnya membangun peradaban agama Islam. Sehingga yang terjadi, perdebatan atau diskusi filsafat yang mengemuka saat itu terkait bagaimana mendefinisikan Tuhan dan makhluk ciptaan-Nya.

Awal Mula Ateis

Ateis berkembang ketika eropa mengalami jaman renaissance atau yang disebut sebagai abad pencerahan. Sebelumnya, keilmuan di eropa benar-benar lumpuh setelah gereja mendominasi. 

Ilmu pengetahuan yang beredar harus sesuai dengan maksud gereja. Siapa saja yang berpotensi melawan gereja, maka akan dihukum, bahkan tidak jarang akan digantung. Salah satu yang fenomenal adalah kasusnya Galileo Galilei yang menyatakan bahwa bumi mengelilingi matahari. 

Pada saat itu gereja menganggap bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi. Karena perbedaan ini, maka Galileo Galilei dihukum mati. 

Ketika sudah banyak orang eropa yang membincangkan filsafat, terjadi diskusi di beberapa titik di eropa. Orang-orang mulai berani mengkritik gereja. 

Pada titik inilah ada semacam kejenuhan hidup di dalam kungkungan dogmatis gereja. Mereka mulai menganggap bahwa gereja bukanlah sesuatu yang suci yang tidak bisa dilawan. 

Ketidak-nyamanan terhadap sebuah dominasi merembet kepada kerajaan. Kerajaan dianggap sebagai pihak yang juga menjadi halangan bagi berkembangnya demokrasi di Eropa. 

Puncaknya adalah terjadinya Revolusi Perancis, yang mana saat itu keluarga kerajaan berakhir di tiang Gelotin. Keluarga kerajaan yang mula-mula dianggap sebagai perwakilan Tuhan di muka bumi benar-benar telah kehilangan kewibawaannya.

Segala macam kejenuhan ini membawa para intelektualis eropa untuk percaya hanya kepada dirinya sendiri. Sehingga tidak jarang mereka mendakwakan dirinya atau dianggap sebagai orang yang ateis, tidak percaya adanya Tuhan.

Kita bisa menyaksikan bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap pemikiran seseorang. Filsafat juga tidak bisa melepaskan dirinya dari sebuah fenomena yang terjadi, karena memang fungsi filsafat adalah untuk menerjemahkan sebuah fenomena dan kemudian membuat sebuah respon terhadap fenomena-fenomena tersebut.

Keputusan untuk menjadi ateis atau tidak sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan filsafat. Ateis atau religius bergantung sepenuhnya terhadap pergolakan bathin seseorang di dalam membaca sebuah fenomena. 

Agama bersandar kepada sebuah kepercayaan. Memang, kepercayaan dibangun berdasarkan dogma. Akan tetapi, secara hakekat kepercayaan beranjak dari diri seseorang tersebut. Agama secara hakekat hanyalah menuntun kepada jalan tertentu. 

Jika seseorang berjalan pada jalan itu, kemudian menemukan maksud yang dituju, maka ia bisa memperayai. Akan tetapi, jika seseorang tidak menemukan apa yang dimaksud, maka bisa saja menjadi ateis. Bahkan, tidak jarang orang yang sudah meyakini suatu jalan kemudian berhenti di tengahnya atau yang bisa disebut murtad.

Segala kemungkinan tersebut kembali lagi kepada kemampuan individu untuk mengambil keputusan. Filsafat menuntun seseorang untuk bijaksana. 

Jika seseorang percaya dan yakin berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dan pengetahuannya bahwa tidak ada Tuhan, maka keputusan itu harus dihormati. 

Demikian juga jika sebaliknya jika seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya kemudian memutuskan untuk menjadi religius. Persoalan terbesarnya adalah ketika masing-masing kubu mengecam dan membenci satu sama lain. Karena tindakan tersebut sudah jauh melenceng dari jalan filsafat, yaitu kebijaksanaan.

Seorang filsuf harus melepaskan dirinya dari sikap suka dan tidak suka. Ia harus rasional dan ‘wisdom oriented’. Pada titik tertentu ia harus berada jauh di atas kemanusiaan. 

Namun, pada keadaan tertentu juga ia harus benar-benar menjadi manusia seutuhnya. Sehingga, pernyataan dan keputusan yang diambil benar-benar untuk mewujudkan kebaikan bagi manusia dan alam semesta.


Sumber gambar: pixabay.com


EmoticonEmoticon

Menu Navigasi Utama

Formulir Kontak